PAPARI

Par yang hari ini makang papari beta mau datang kasi kanari batamang dudu di sabalah ale pung kadera mau uru sadiki ale pung sengsara par yang hari karja karas di pelabuhan yang bapikol sampe tulang rasa mo patah par yang hari ini karja di kabong-kabong yang stengah mati mar seng mau minta tolong beta hormatLanjutkan membaca "PAPARI"

MENJANDA DAN TRANSEKSUAL

Kamis, 14 September 2023, saya bertemu dengan kawan-kawan di Ambon untuk membedah bersama buku puisi Janda Bukan Beranda (JBB). Puisi-puisi saya dibedah oleh Kaka Rudi Fofid (Sastrawan) dan Ibu Mariana Lewier (Akademisi) dan dipandu oleh Jhon Laratmase (Komika). MENGAPA MENULIS TENTANG JANDA? Ketika mengucapkan kata janda, saya mendapat respon yang beragam dari teman-teman, misalnya JandaLanjutkan membaca "MENJANDA DAN TRANSEKSUAL"

BIASALAH ITU

Hujan turun terus. Burung-burung tak bisa lama singgah di kabel-kabel. Pohon basah, mata basah, dan bendera aneka warna berkibar di jembatan. Aku tak bisa kemana-mana, sedang bapak sibuk menulis. "Bapak, tidak nonton berita semalam?" "Berita apa?" "Ada pejabat bikin ulah. Pelecehan seksual. Korbannya sudah melapor, tapi begitulah." "Ya, biasalah itu. Nanti hilang juga sebelum ludahkuLanjutkan membaca "BIASALAH ITU"

WAHYU DARI MALUKU

"Sambil kau lihat lambaian pohon pinang, mempertanyakan kedamaian pada air di mata ketika lambung mengucurkan darah, seperti seseorang yang pernah disalibkan oleh karena kita" Kepada hati nurani yang senantiasa murniKepada jiwa-jiwa yang melawan tiraniyang memperjuangkan keadilan di tengah hegemonikepada nyawa-nyawa yang telah pergi dalam sunyidemi memperjuangkan hak-hak asasisuara kalian masih tetap api dan berbunyi perihal keadilanLanjutkan membaca "WAHYU DARI MALUKU"

SORE UNTUK TERBENAM

Pohon-Pohon telanjang angin mengeringkan air mata apa lagi yang dapat kita jemur di tengah hujan yang gugur? tunas-tunas akan tumbuh nanti gelas-gelas akan terisi penuh kembali tetapi hari ini, perjalanan itu berhenti dan aku mesti menangis berkali-kali kehilangan memang menghilangkan separuh jiwa matahari terbit entah kapan, rembulan bersinar tanpa nyawa lagu-lagu diputarkan, namun dagu-dagu daliriLanjutkan membaca "SORE UNTUK TERBENAM"

CERITA DI BELAKANG CERITA

Suatu hari di Amsterdam. Aku punya sebuah cerita. Waktu cinta diartikan cinta. Waktu kata-kata belum memeluk realita. Waktu mencium kening bisa membuat bunga-bunga mekar. Waktu saling pandang bisa menyatukan sudut pandang. Waktu berpegangan tangan bisa mewujudkan segala angan. Aku di belakang waktu, di belakang cerita, yang masih belum cukup umur, untuk memahami jalan-jalan semesta. ApakahLanjutkan membaca "CERITA DI BELAKANG CERITA"

ARUNIKA

Foto - Julenfa Blume Terbitlah nyali. Terbitlah untuk semua yang patah hati. Langit mendung mengundang kenangan kala hidup adalah awan yang terus berjalan. Akan sampai di mana kesakitan ini berlabuh? Sudahilah pertanyaan-pertanyaan ragu dan mulai kenyataan-kenyataan baru. Terluka itu setengah mati dan bangkit itu pasti! Aku tahu sepi bisa membunuh keramaian dan keramaian bisa membunuhLanjutkan membaca "ARUNIKA"

KETIKA AKU ADALAH SEGALANYA : BISIK BISIK MALAM BAGIAN 4

Foto - Julenfa Blume "Aku ingin lagi menjadi segalanya untukmu. Menjadi orang yang paling kau butuhkan, paling kau inginkan. Aku ingin membelai lagi rambutmu hingga tertidur. Aku ingin menggaruk bagian tubuhmu yang gatal. Aku ingin lagi membersihkan kuku jarimu. Aku ingin lagi memakaikan helm di kepalamu. Aku ingin lagi menjadi bahu untuk kesedihanmu. Aku inginLanjutkan membaca "KETIKA AKU ADALAH SEGALANYA : BISIK BISIK MALAM BAGIAN 4"

SEPERTI AIR MATA : BISIK-BISIK MALAM BAGIAN 3

Foto - Julenfa Blume "Biarkan aku menangis, agar aku tidak mengemis pada kenyataan. Biarkan aku jatuhkan air mata agar bisa membangun kembali cinta. Aku perlu air mata ini untuk mendirikan tiang-tiang kerelaan dan pengertian. Biarkan saja, aku menangis sekuat-kuatnya malam ini."Eko Saputra Poceratu Bukan karena kesepian aku menangis, tapi karena ketidakpastian. Bukan karena gelisah akuLanjutkan membaca "SEPERTI AIR MATA : BISIK-BISIK MALAM BAGIAN 3"

NEDE

Foto - Julenfa Blume "Aku terbangun dan melihatmu di sisiku. Kamu baik-baik saja. Keningmu masih pulas. Rambutmu kacau. Jendela matamu terbuka sedikit. Bibirmu yang merah, begitu seksi. Pemandangan pagi ini, sudah sangat cukup dan aku bersyukur."Eko Saputra Poceratu Seekor burung bernyanyi di ranting pohon tanpa daun. Aku melihatnya dan melihatmu. Kameraku tak sempat mengabadikan, namunLanjutkan membaca "NEDE"